Dalam kehidupan masyarakat, khususnya kehidupan umat Islam, da'wah memiliki kedudukan yang sangat penting. Dengan da'wah, bisa disampaikan dan dijelaskan ajaran Islam kepada masyarakat sehingga mereka menjadi tahu mana yang haq dan mana yang bathil, bahkan da'wah yang baik bukan hanya membuat masyarakat memahami yang haq dan bathil itu, tapi juga memiliki keberpihakan kepada segala bentuk yang haq dengan segala konsekuensinya dan membenci yang bathil sehingga selalu berusaha menghancurkan kebathilan. Manakala hal ini sudah terwujud, maka kehidupan yang hasanah (baik) di dunia dan akhirat akan dapat dicapai.
Karena da'wah memiliki kedudukan yang sangat penting, maka secara hukum da'wah menjadi kewajiban yang harus diemban oleh setiap muslim. Karena itu bila antum tanyakan apa kelebihan mereka yang berda'wah dari masjid ke masjid mungkin bukan karena ilmu yang mereka miliki sudah begitu banyak, juga belum tentu karena kepandaian mereka yang baik dalam menyampaikan ceramah, tapi lebih karena rasa tanggungjawab da'wah yang besar. Merasa memiliki tanggungjawab itulah yang membuat seseorang memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Adapun kelemahan dari sisi ilmu, kemampuan menyampaikan pesan da'wah bahkan kepribadian yang belum sempurna akan diusahakan dalam perkembangan selanjutnya, orang bilang akan ditambah sambil jalan. Oleh karena itu, wajibnya berda'wah sudah kita pahami, apalagi ia menjadi sesuatu yang amat dinanti oleh masyarakat. Tinggal persoalannya maukah kita melaksanakan tugas da'wah. Bila mau, potensi diri yang sudah ada pada setiap kita akan kita kembangkan dengan sebaik-baiknya.
Mereka yang telah dan terus berda'wah dari masjid ke masjid bukanlah tanpa kekurangan, ada orang yang yang bersimpati seperti antum namun ada juga yang antipati dan merekapun terusir dari suatu masjid, namun karena merasa bertanggungjawab terhadap da'wah, “lahan da'wah” yang lain masih banyak yang harus digarap. Bagi kita, banyak sekali orang yang harus dibina, namun terus terang kita masih kekurangan pembina, apalagi pembina yang berkualitas bagi dari aspek kepribadian, wawasan maupun kemampuan da'wah.
Hal-hal yang harus kita tiru dari mereka dan ini mereka ada dalam rumusan da'wah yang kita pahami antara lain: Pertama, niat yang ikhlas karena Allah swt, sehingga meskipun da'wah yang harus dilaksanakan itu berat karena beberapa hari harus meninggalkan anak dan isteri serta kesibukan mencari nafkah, tugas da'wah tetap akan dirasakan sebagai sesuatu yang ringan dan menyenangkan. Ada honor atau tidak ada honor da'wah jalan terus, karenanya sesuatu yang naif bila dalam da'wah ada da’i-da’i yang pasang tarif bahkan tarif tinggi serta pasilitas penginapan yang standar bila berada di suatu daerah. Keikhlasan seperti inilah yang membuat da'wah cepat tersebar luas ke berbagai wilayah di dunia, begitulah yang dicontohkan oleh sahabat Muadz bin Jabal yang berda'wah ke Yaman, sahabat Mush’ab bin Umair yang berda'wah ke Yatsrib yang kemudian menjadi Madinah, sahabat Ja’far bin Abi Thalib yang berda'wah ke Habasyah di Afrika dan sebagainya.
Kedua, amal jama’i atau kerjasama sehingga tugas da'wah yang berat itu bisa dipikul bersama sehingga bisa saling meringankan, bukan malah saling memberatkan. Ini pula yang membuat da'wah itu tidak tergantung orang lain, tapi ditanggulangi bersama. Dalam amal jama’I diperlukan dua unsur utama, yaitu qiyadah atau pemimpin yang ikhlas sehingga ia akan selalu mengarahkan perjalanan jamaah kepada jalan da'wah yang benar dan ia tidak akan menyelewengkan jamaah untuk tujuan yang justeru bertentangan dengan da'wah. Disamping itu unsur lainnya adalah jundiyah, pasukan, prajurit atau anggota yang taat, mereka mau taat kepada pemimpin ketika pemimpinnya ikhlas. Karenanya bila ada jundiyah yang tidak taat, salah satu yang harus dikoreksi oleh seorang pemimpin adalah apakah ia masih ikhlas atau sudah ternodai keikhlasannya itu.
Manakala da'wah bisa kita tunaikan dengan sebaik-baiknya, diantara keutamaan yang akan kita peroleh adalah pahala yang amat besar sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw: Barangsiapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tirmudzi).
Categories:
Dunia Islam,
Motivasi