It's Time to Change


Pagi-pagi ba'da shubuh dan bebenah, seperti biasa acara rutin sebagian ibu-ibu adalah belanja.Demikian pula aku. Udara masih dingin kala itu. Kuturuni tangga kontrakanku. Kujumpai sebagian ibu-ibu berjalan menuju titik yang sama, tempat belanja! Tanah kapling di bawah kontrakanku masih banyak yang belum dibangun. Aku berjalan tepat di samping rumah ustadz
Hidayat Nurwahid, Ketua MPR RI. Di belakang rumah beliau, rumput masih banyak tumbuh dan tanah sedikit berair menyisakan tanda-tanda rawa yang masih belum sepenuhnya teruruk.

Aku terus berjalan. Naik beberapa tangga, melalui pintu gerbang SDIT Iqro' Pondok Gede yang sudah terkuak. Rumah ustadz Rahmad Abdullah yang asri dan sederhana kulewati. Rumah yang tiap dua hari sepekan kusambangi sebab di situlah aku belajar tahsin pada istri beliau. Aku terus berjalan melalui beberapa rumah para aktvis da'wah hingga akhirnya sampailah ke tempat
belanjaan.

Belum selesai aku memilih-milih, tiba-tiba muncul laki-laki yang di lingkungan kami sangat dikenal dan tidak asing. Beliau bersama putranya. Kemunculannya tentu sangat tidak diduga. Kami para ibu pun mempersilakan beliau untuk mendapat pelayanan terlebih dulu. Beliaulah satu-satunya laki-laki saat itu. Aku memperhatikannya. Subhanallah, tak ada kecanggungan.

Sesampai di rumah kuceritakan apa yang kulihat pada suamiku, dengan penuh kekaguman.

"Ya, begitulah yang terjadi dalam keluarga beliau. Saling taawun antara suami istri tanpa harus dibatasi oleh pemisahan pekerjaan yang kaku," komentar suamiku yang berinteraksi cukup intensif.

Esoknya aku menjalani rutinitas yang sama, belanja. Di jalan, aku berpapasan dengan laki-laki itu kembali, bersama putranya.

"Belanja ustadz?" Aku sengaja menyapa.

"Iya, istri lagi sakit perut dan khodimah (pembantu) pulang," jawab beliau sambil tersenyum.

Aku mengangguk-angguk. Subhanallah, aku jadi teringat Ammar bin Yasir ketika menjabat sebagai Gubernur. Beliau kadang belanja di pasar dan mengikat serta memanggul sayuran sendirian. Inilah profil yang perlu dijadikan teladan.

Laki-laki yang saya jumpai itu, yang belanja di tukang sayur itu adalah ustadz Ahmad Heriawan Lc. Beliau adalah ketua Partai Keadilan DKI Jakarta dan anggota DPRD DKI Jakarta. Saya tidak akan terheran-heran jika beliau belanja bersama istri dan anak-anaknya di Supermarket, yang bagi
keluarga muda atau keluarga jaman sekarang hal yang biasa dan sangat tidak tabu. Tetapi ini harus berbelanja dan ikut antri dengan para ibu rumah tangga, walau pada akhirnya beliau dipersilakan untuk dilayani lebih dahulu.

Lagi-lagi dengan takjub saya menceritakan apa yang saya lihat kepada suami saya. Sebagai orang yang intensif bertemu dengan beliau bahkan banyak menimba ilmu kepada beliau, suami saya berkata,

"Ustadz Heriawan memang subhanalloh Dik. Sebagai muridnya, saya merasakan kedekatan. Ketika sholat jama'ah di masjid misalnya, beliau kadang-kadang secara tiba-tiba merangkul saya dari belakang. Saya juga beruntung mempunyai jadwal ronda dengan beliau."

Ya, suami saya memang beruntung, beliau mendapat jadwal ronda bersama ustadz Ahmad Heriawan dan Ustadz Satori Ismail, sehingga pembicaraan kala ronda adalah pembicaraan pembicaraan yang bermutu.

Ah… saya jadi menghayal, seandainya negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang berakhlaq mulia, yang mempunyai keharmonisan keluarga, yang dekat dengan anak dan istrinya, yang mempunyai hubungan baik dengan para tetangga, yang memuliakan wanita dan kaum papa, betapa indahnya
dunia. Saya jadi teringat cerita sederhana dari istri beliau.

"Ayahnya Khobab (ustadz Ahmad Heriawan) sangat suka sayur lodeh nangka. Suatu saat beliau meminta saya untuk memasaknya. Begitu tahu bahwa ternyata membuat sayur lodeh nangka itu membutuhkan proses yang begitu lama, beliau pun berkata, "Sudah Bu, sekali ini saja. Kalau tahu
bahwa prosesnya begini lama, ayah tak akan meminta dibikinkan. Dari pada waktu demikian panjang hanya habis untuk bikin sayur, mending buat baca atau untuk mengerjakan yang lain."

Nampaknya sangat sederhana, namun saya melihat ada satu hal yang luar biasa, tersirat dalam ungkapan itu, pemberian peluang yang luas bagi berkembangnya istri.

Saya memang harus banyak belajar dari keluarga pimpinan saya yang sempat menjadi tetangga saya itu. Yang jika orang-orang terkenal memberikan tarif dalam ceramah-ceramahnya, beliau malah
pernah menolak ceramah dengan bayaran cukup lumayan karena harus terikat dengan pola yang diterapkan penyelenggara. Maka jangan heran, jika kita mengundang beliau dan memberikan "amplop" dengan mengatakan uang transport, maka seluruh uang yang ada di dalam amplop itu
akan beliau gunakan untuk membayar jasa transportasi, dan tak menyisakan untuk kantong beliau sendiri.

Ah,itukah sibghoh Allah? Sebuah generasi yang dijanjikan oleh Alllah dalam surat Al-Maidah: 54 itu semoga kian dekat di sekitar kita, dan semoga memang sudah ada di sekitar kita.

Diambil dari buku "Bukan di Negeri Dongeng"


Read More …


Marah dapat menyebabkan kanker,serangan jantung,dan penyakit hati lainnya,hehe…(ini mah asli bos,hehe).Kemarahan dapat terwujud dalam beberapa bentuk, mulai dari kesal, benci sampai memberontak. Semua itu adalah bentuk ekspresi dari kemarahan.Mereka yang sedang dilanda amarah, bisa jadi akan terus berperilaku buruk atau sebaliknya kembali normal jika mereka berniat ingin menghilangkan akar kemarahan yang ada dalam dirinya.

Kemarahan adalah emosi yang menakutkan. Ekspresi negatif dari amarah bisa berupa kekerasan secara verbal maupun fisik, prasangka buruk, bersikap anti sosial, kasar, merasa terasing, depresi dan penyakit kejiwaan.

Hal-hal tersebut dapat mengganggu kehidupan seseorang karena dapat merusak hubungan antar individu, menyakiti sesama, mengacaukan pekerjaan, menggelapkan akal sehat, memengaruhi kesehatan dan yang pasti membuyarkan masa depan.

Tapi sisi positifnya juga ada. Kemarahan dapat memperingatkan kita bahwa suatu masalah sedang terjadi. Kita jadi termotivasi untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang ada sehingga kemarahan tidak berlanjut kepada depresi, kecemasan, penggunaan alkohol dan trauma.

Kemarahan pada remaja dapat menular pada orangtua. Remaja sering menghadapi banyak masalah emosi pada masa perkembangannya. Mereka umumnya berjuang dengan krisis identitas, pemisahan diri, hubungan dengan teman dan juga tujuan hidup. Hubungan mereka dengan orangtua juga ikut berubah seiring makin independennya diri mereka.

Hal-hal tersebut di atas dapat memicu perasaan frustrasi dan kebingungan yang berujung timbulnya kemarahan, baik pada orangtua maupun remaja. Kita dapat membantu remaja menghilangkan perilaku buruk selama kita juga bersedia berperilaku baik. Sikap yang dibutuhkan adalah merespons ketimbang saling bereaksi. Kuncinya adalah dengan mengontrol emosi dan mengekspresikannya secara proaktif, bukan menolak kemarahan itu sendiri.

Langkah pertama dalam mengenali dan mengatur kemarahan adalah dengan melihat ke dalam diri sendiri.

Tanyakan pada diri kita sendiri dan juga anak remaja beberapa pertanyaan berikut yang dapat membantu pengenalan pada diri sendiri :

* Darimana datangnya rasa marah?
* Situasi apa yang menyebabkan kemarahan muncul?
* Apakah harapan saya terlalu berlebihan?
* Konflik apa sebenarnya yang sedang saya hadapi sekarang?
* Apakah saya bereaksi untuk menyakiti, mengancam atau menakuti?
* Apakah saya sadar akan tanda-tanda kemarahan (bernapas pendek dan kencang, keringat berlebih) ?
* Bagaimana sikap saya dalam mengekspresikan kemarahan?
* Kepada siapa amarah saya ditujukan?
* Apakah saya menggunakan kemarahan untuk mengisolasi diri, atau menyakiti orang lain?
* Apakah saya selama ini berkomunikasi dengan baik?
* Apakah saya terlalu berfokus pada apa yang terjadi pada diri saya ketimbang apa yang bisa saya kerjakan?
* Apakah emosi yang mengontrol diri saya, atau saya yang mengontrol emosi?



Jika terdapat masalah pada remaj, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan mendengarkan keluhan dan perasaan mereka. Usahakan untuk memandang persoalan mereka dari sudut pandang kita ketika masih remaja dulu. Menyalahkan dan mendakwa hanya akan membuat tembok tebal yang akan mengakhiri segala komunikasi.

Katakan perasaan kita,tunjukkan kepada mereka kalau kita begitu memperhatikan dan menyayangi mereka. Penyelesaian yang baik adalah yang dapat memenangkan kedua belah pihak. Relaksasi atau meditasi sangat ampuh untuk melatih kemampuan mengatur emosi. Amarah hanyalah suatu perasaan, sedang bagaimana mengekspresikannya tergantung dari pilihan kita sendiri.



Read More …


Zaman sekarang gampang banget ketemu sama orang yang lagi pacaran. Di jalan, mal, kampus, di mana-mana. Apalagi sekarang kan ada acara TV yang nyomblang-in orang sampai ke pengeksposean pernyataan cinta segala.Sebetulnya apa sih pacaran itu? Biasanya kalau ada cowok dan cewek saling suka, salah satunya nyatain dan yang lainnya terima, itu berarti udah pacaran. Buat sebagian orang pacaran itu isinya jalan berdua, makan, nonton, curhat-curhatan. Pokoknya just for fun lah! Ada juga orang-orang tujuannya untuk lebih mengenal sebelum pernikahan.


Sebagai umat Islam kita perlu lho mengkritisi apakah “praktek pacaran” yang banyak dilakukan orang ini sesuai atau tidak dengan aturan-aturan dalam Islam.

Pertama, orang kalo lagi pacaran maunya berdua terus. Ah yang bener, iya apa iya. Beberapa hari enggak ditelpon udah resah, seharian enggak di sms udah kangen. Begitu ketemu pengen memandang wajahnya terus, wah pokoknya dunia serasa berbunga-bunga. Apalagi kalau pakai acara mojok berdua, di tempat sepi mesra-mesraan. Waduh, hati-hati deh, soalnya Rasulullah SAW bersabda, “ Tiada bersepi-sepian seorang lelaki dan perempuan, melainkan syetan merupakan orang ketiga diantara mereka.”

Kedua, kalau lagi pacaran rasanya seperti dimabuk cinta. Lupa yang lainnya. Dunia serasa milik berdua yang lainnya ngontrak. Hati-hati juga nih, nanti kita bisa lupa sama tujuan Allah menciptakan kita (manusia). FirmanNya, “ Dan tidak Kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaKu.” (QS 51:56)

Ketiga, bukan rahasia lagi kalau di jaman serba permisif ini seks udah jadi bumbu penyedap dalam pacaran (Majalah Hai edisi 4-10 Maret 2002). Majalah Kosmopolitan juga mengadakan riset di lima universitas terbesar di Jakarta, dan ternyata dari yang mengaku pernah melakukan aktivitas seksual, sebanyak 67,1% pertama kali melakukan dengan pacarnya.

Memang banyak orang pacaran awalnya enggak menjurus ke sana. Tapi gara-gara sering berdua, ada kesempatan, dan diem-diem syetan udah ngerubung, yah terjadilah. Pertama pegang tangan, terus rangkul pundak, terus cium pipi, terus…..terus…..wah bisa kebablasan deh. Jangan salah lho, agama kita melindungi kita dengan melarang melakukan perbuatan-perbuatan itu.

FirmanNya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu pekerjaan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS 17:32)

Ternyata Al Quran udah melakukan tindakan preventif dengan melarang mendekatinya, bukan melarang melakukannya. Rasulullah SAW juga bersabda, “Seandainya kamu ditusuk dengan jarum besi, maka itu lebih baik bagimu daripada menyentuh perempuan yang tidak halal bagimu.” Jadi pegang-pegangan tangan juga mesti dihindari tuh.

Keempat, ternyata pacaran bukan jaminan akan berlanjut ke jenjang perkawinan. Banyak orang di sekitar kita yang sudah bertahun-tahun pacaran ternyata kandas di tengah jalan. Pacaran pun tidak menjadikan kita tahu segalanya tentang si dia. Banyak yang sikapnya berubah setelah menikah.

Kalaulah kini kita tahu praktek pacaran nggak menjadi suatu jaminan bahkan banyak melanggar aturan Allah dan tidak mendapat ridhoNya, masihkah kita yang mengaku hambaNya, yang menginginkan surgaNya, yang takut akan nerakaNya, masih melakukannya? Tapi kalau bukan dengan pacaran, gimana caranya ketemu jodoh? Jaman sekarang kan kita enggak bisa gampang percaya sama orang, jadi perlu ada penjajagan. Islam punya solusi yang mantap dan OK dalam memilih jodoh. Istilahnya ngetop dengan nama Ta’aruf, artinya perkenalan.

Pertama, ta'aruf itu sebenarnya hanya untuk penjajagan sebelum menikah. Jadi kalau salah satu atau keduanya nggak merasa sreg bisa menyudahi ta'arufnya. Ini lebih baik daripada orang yang pacaran lalu putus. Biasanya orang yang pacaran hatinya sudah bertaut sehingga kalau tidak cocok sulit putus dan terasa menyakitkan. Tapi ta'aruf, yang Insya Allah niatnya untuk menikah Lillahi Ta'ala, kalau tidak cocok bertawakal saja, mungkin memang bukan jodoh. Tidak ada pihak yang dirugikan maupun merugikan.

Kedua, ta'aruf itu lebih fair. Masa penjajakan diisi dengan saling tukar informasi mengenai diri masing-masing baik kebaikan maupun keburukannya. Bahkan kalau kita tidurnya sering ngorok, misalnya, sebaiknya diberitahukan kepada calon kita agar tidak menimbukan kekecewaan di kemudian hari. Begitu pula dengan kekurangan-kekurangan lainnya, seperti mengidap penyakit tertentu, enggak bisa masak, atau yang lainnya. Informasi bukan cuma dari si calon langsung, tapi juga dari orang-orang yang mengenalnya (sahabat, guru ngaji, orang tua si calon). Jadi si calon enggak bisa ngaku-ngaku dirinya baik. Ini berbeda dengan orang pacaran yang biasanya semu dan penuh kepura-puraan. Yang perempuan akan dandan habis-habisan dan malu-malu (sampai makan pun jadi sedikit gara-gara takut dibilang rakus). Yang laki-laki biarpun lagi bokek tetap berlagak kaya traktir ini itu (padahal dapet duit dari minjem temen atau hasil ngerengek ke ortu tuh).

Ketiga, dengan ta'aruf kita bisa berusaha mengenal calon dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal ini bisa terjadi karena kedua belah pihak telah siap menikah dan siap membuka diri baik kelebihan maupun kekurangan. Ini kan penghematan waktu yang besar. Coba bandingkan dengan orang pacaran yang sudah lama pacarannya sering tetap merasa belum bisa mengenal pasangannya. Bukankah sia-sia belaka?

Keempat, melalui ta'aruf kita boleh mengajukan kriteria calon yang kita inginkan. Kalau ada hal-hal yang cocok Alhamdulillah tapi kalau ada yang kurang sreg bisa dipertimbangan dengan memakai hati dan pikiran yang sehat. Keputusan akhir pun tetap berdasarkan dialog dengan Allah melalui sholat istikharah. Berbeda dengan orang yang mabuk cinta dan pacaran. Kadang hal buruk pada pacarnya, misalnya pacarnya suka memukul, suka mabuk, tapi tetap bisa menerima padahal hati kecilnya tidak menyukainya. Tapi karena cinta (atau sebenarnya nafsu) terpaksa menerimanya.

Kelima, kalau memang ada kecocokan, biasanya jangka waktu ta'aruf ke khitbah (lamaran) dan ke akad nikah tidak terlalu lama. Ini bisa menghindarkan kita dari berbagai macam zina termasuk zina hati. Selain itu tidak ada perasaan "digantung" pada pihak perempuan. Karena semuanya sudah jelas tujuannya adalah untuk memenuhi sunah Rasulullah yaitu menikah.

Keenam, dalam ta'aruf tetap dijaga adab berhubungan antara laki-laki dan perempuan. Biasanya ada pihak ketiga yang memperkenalkan. Jadi kemungkinan berkhalwat (berdua-duaan) kecil yang artinya kita terhindar dari zina.

Nah ternyata ta'aruf banyak kelebihannya dibanding pacaran dan Insya Allah diridhoi Allah. Jadi, sahabat……..kita mau mencari kebahagian dunia akhirat dan menggapai ridhoNya atau mencari kesulitan, mencoba-coba melanggar dan mendapat murkaNya?




Read More …


Demi Allah,
Aku tak tahu apa harus kukecam hawa nafsuku,
Atas cinta
Atau mataku yang menggoda, atau hati ini
Jika kukecam hati ia berkata: Gara-gara mata yang memandang!
Dan jika kuhardik mata, ia berdalih: Ini kesalahan hati!
Mata dan hati telah dialiri darah,
maka wahai Rabbi, jadilah penolongku atas mata dan hati ini.


Syaitan, kata Ibnu Abbas, menempati tiga lokasi dalam diri seorang laki-laki: pandangan, hati dan ingatan. Sementara kedudukan syaitah dalam diri seorang wanita menurut Faqih-nya para sahabat ini ada pada lirikan mata, hati, dan kelemahannya. Luar biasa betapa betapa semua titik lemah manusia telah diketahui syaithan.

Sungguh benar kemudian jika ustadz Rahmat 'Abdullah mengatakan bahwa titik lemah ujian datang. Demi Allah, ada banyak laki-laki jujur yang akan mengakui bahwa titik lemahnya ada pada kecantikan wajah. Sejujurnya para isteri bangsawan Mesir di masa Yusuf 'Alaihisalam yang mengiris-iris jemarinya menyaksikan ketampanan membius.
Cukuplahungkapan keterpanaan mereka mewakili perasaan lelaki, “... Haasyallaah, ini bukan manusia, ini malaikat yang mulia..” (Yusuf 31)

Di tengah kejujuran itu, biarlah kita merindu sosok-sosok yang pandangannya selalu tunduk, menyerusuk ke dalam bumi. Walau ia menyimpan kekaguman pada Maha Karya Allah, tetapi kemampuan membedakan mana yang halal dan mana yang haram baginya telah mengajarkan kalimat, “Cantik, ijinkan aku menunduk!”

Mari kita dengarkan bagaimana Ummu Salamah berkisah dengan santunnya 'Utsman bin Thalhah dalam perjalanan mereka ke Madinah. Sungguh, hanya Allah yang mengawasi mereka sepanjang 400 kilometer itu. Ya. Padahal Ummu Salamah adalah salah satu wanita tercantik di Makkah dan 'Utsman pun tergolong tampan.

Agaknya, ketundukkan pandangan 'Utsman bin Thalhah, kemudian akhlaknya dan kesuciannya inilah membuat Rasulullah mencegah Umar membunuhnya saat dia masih musyrik dan menjadi tawanan Badar. Bahkan kemudian beliau menetapkan hak pemegang kunci ka'bah padanya dan keturunannya saat penaklukan Makkah. Inilah yang beliau SAW lakukan, meski Ali sang menantu mulia mnginginkan dan meminta kedudukan itu untuk disatukan dengan hak pemberian minum jamaah haji yang ada pada keturunan Abdul Muthalib.

Ibnu ishaq meriwayatkan fragmen ini, dalam penggal kisah hijrah Ummu salamah. Dan inilah yang dituturkan Ummu salamah:

...Utsman bin thalhah bertanya padaku, “Hendak pergi kemana wahai putri Abu Umayyah?”

“Aku hendak menemui suamiku di Madinah.”
“Tidak adakah seseorang yang menyertaimu?”
“Tak seorangpun kecuali Allah da anakku ini...”
“demi Allah, tidak selayaknya engkau dibiarkan seperti ini”, Katanya. Lalu dia menuntun tali kendali unta dan membawaku berjalan dengan cepat. Demi Allah, aku tidak pernah bepergian dengan seorang laki-laki dari kalangan Arab yang lebih santun dari dirinya.

Jika tiba disuatu tempat persinggahan, dia menderumkan unta, kemudian dia menjauh dan membelakangiku agar aku turun. Apabila aku sudah turun, dia menuntun untaku dan mengikatnya di sebuah pohon. Kemudian ia menyingkir dan mencari sebuah pohon lain, berteduh di bawahnya sambil tidur terlentang. Jika sudah dekat waktunya untuk melanjutkan perjalanan, dia mendekat ke arah untaku dan menuntunnya. Sambil agak nebjauh lagi dan membelakangiku dia berkata, “Naiklah!”

Jika aku sudah naik dan duduk dengan mapan di dalam sekedup, dia mendekat lagi dan menuntun tai kekang unta. Begitulah yang senantiasa ia lakukan hingga ia mengantarku sampai ke Madinah. Setelah melihat perkampungan Bani 'Amr bin “auf di Kuba, dia berkata, “Suamimu ada di kampung itu, maka masuklah ke sana dengan barakah Allah.”
setelah itu, dia membalikkan badan dan kembali ke Makkah.

Luar biasa. Terima kasih padamu wahai Utsman, yang telah mengajarkan pada kami akhlak laki-laki sejati. Inilah spontanitas hati yang mampu membedakan mana yang halal bagi dirinya dan mana yang tidak.

Kalau kisah ini belum cukup, ada riwayat lain tentang salah seoarang Murid Ibnu Mas'ud. Rabi' bin Khaitsam namanya. Duapuluh tahun lamanya Rabi' bolak-balik ke rumah Ibnu Mas'ud. Selama itu pula budak perempuan Ibnu Mas'ud tidak mengenalnya kecuali sebagai orang buta karena ketundukkan pandangannya. Jika Rani' mengetuk pintu, budak itu segera melihatnya dan segera melapor, “Sahabat Anda yang buta itu telah datang.”

“Heh, celaka kamu...”, kata Ibnu Mas'ud sambil tertawa. “Dia itu Rabi'..”

Begitulah, sehingga nari kita dengar oujian Ibnu Mas'ud kepada Rabi', “Wa basysyiril mukhbithiin.. berilah kabar gembira kepada orang yang selalu menjaga kesucian. Demi Allah, seandainya Rasulullah melihatmu, tentu beliau akan membanggakanmu.”.

Demi Allah, Utsman bin Thalhahdan Rabi' bin Khaitsam telah mengajari kita akhlak pria sejati. Akhlak yang membuat syaithan menggigit jari. Akhlak yang mengajari kita untuk berkata, “Cantik, ijinkan aku menunduk...”

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya dan hendaklah mereka jaga kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesunggunya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur 30)

Maka Hilanglah Hafalannya

“dari Jarir ibn 'Abdillah, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah tentang pandangan yang tiba-tiba. Beliau bersabda: Palingkan segera pandanganmu!” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan At Tirmidzi)

Apa yang salah dari melihat tak sengaja, kemudian segera dipalingkan. Mungkin tidak ada. Tetapi pengalaman Imam Al Bukhari menjadi pelajaran bahwa sekecil apapun larangan Allah didekati akan ada efek terasa. Diriwayatkan bahwa ketika beliau menghafal hadist-hadist yang sedang diteliti, tanpa sengaja beliau melihat betis seorang wanita. Dan, -catat ini- , serta merta empat puluh hadits yang sedang beliau hafal itu hilang dari memori!

Ah, hafalan kita kan sedikit. Aduhai, itu bukan alasan untuk menipu diri. Poros nilai yang kita bicarakan bukan sedikit banyaknya hafalan, hilang atau tidak karena memandang. Bukan itu. Nilai yang kita bicarakan adalah pandangan dan konsekuensi ketaqwaan yang mengikutinya.

“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Ghafir 19)

Esensi ketakwaan kepada Allah telah mengajarkan kepada salah seorang pelayan Rasulullah untuk melarikan diri ketakutan setelah melihat seorang wanita Anshar mandi. Betapa malu ia kepada Allah dan Rasul-Nya, sampai ia tak bisa menunjukkan muka kepada Rasulullah, mengisi malamnya dengan tangis pilu di tengah gurun selama 40 hari. “Aku dapati, seperti semut-semut yang merayap di sekujur kulit dan tulangku..” katanya menggambarkan dosa yang ia rasakan. Demikian Syaikh Muhammad Assaf mengisahkannya kepada kita dalam Berkas-berkas Cahaya Kenabian.

Demikian juga kisah berikut ini menjadi pelajaran, dengarlah...

“akan datang kepada kita..”, kata Utsman bin Affan ketika , “..seorang laki-laki yang di matanya ada bekas zina!”. Setalah ditunggu, datanglah laki-laki itu yang dengan jujur mengakui, ia beru saja berpapasan dengan seorang muslimah yang ia kagumi kecantikanny. (Aduh, kita pasti jadi malu kalau ketemu Utsman!)

“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati>” (Ghafir 19)

mari belajar dari sisi lain kisah ini. Selain ungkapan “bekas zina” yang kita dengar, ada sisi pribadi Utsman yang menarik. Bagaimana ia tahu ada bekaszina? “Bukan, bukan wahyu...,” kata Utsman, “Hanya firasat seorang mukmin!”

menyelami kehidupan Utsman bin Affan adalah mengarungi lautan pelajaran tentang sikapnya yang menjaga kesucian diri. Kejernihan Bashirah, kebeningan mata hati, dan kepekaan terhadap maksiat yang berkaitan dengan kesucian anggota badan adalah produk dari kesucian diri itu. Bukankah ia, - seperti kata Rasulullah-, manusia yang malaikat pun malu kepadanya?

Anda ingin tahu bagaimana Utsman menjaga aurat diri?Mandinya Utsman tidak dilakukan kecuali dalam rumah yang terkunci rapat, tertutup semua lubangnya, di kamar yang paling terlindung dan terkunci, dalam sebuah bilik rapat kamar itu, dan dipasang selubung kain yang tinggi. Itu pun, Utsman masih tak bisa menegakkan punggung karena rasa malu.

Salam untukmu pemilik dua cahaya, menantu ganda Rasulullah. Tampaknya engkaulah contoh termanis tentang menjaga pandangan dan menjaga diri,sesuatu yang telah engkau rasakan manisnya dalam hati. Dan iblis pun tak bisa merentang busurnya...

“Pandangan adalah anak panah beracun dari anak panah iblis. Siapapun yang menghindarkannya karena takut kepada Allah, Allah akan mengaruniakan keimanan, yang ia temui rasa manisnya di dalam hati,” (HR Al Hakim)


Read More …